Jakarta, Sumseltoday.com – Sri Eliza Alex yang merupakan istri dari mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dan Ibu dari Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin kembali memenuhi panggilan dari Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) .
Eliza memenuhi panggilan pemeriksaan kedua terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin tahun anggaran 2021. Sebelumnya ia dimintai keterangan pada, Selasa (7/12/2021).
“Yang bersangkutan [Sri Eliza] akan diperiksa untuk tersangka DRA [Dodi Reza Alex],” ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri dilansir dari CNN Indonesia, Jumat (28/1/2022).
Belum diketahui materi apa yang hendak didalami penyidik KPK melalui pemeriksaan terhadap Eliza. Pada pemeriksaan pertama, ia dikonfirmasi mengenai uang Rp1,5 miliar yang ditemukan dan disita tim KPK saat menangkap Dodi di Jakarta.
Penyidik KPK juga memanggil enam saksi lainnya untuk tersangka Dodi yakni Direktur Utama PT Gajah Mada Sarana, Herry Zaman; Manajer SDM PT Gajah Mada Sarana, Akbar Ramadhan; dan Kabid Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Musi Banyuasin, Irvan.
Selanjutnya Komisaris PT Perdana Abadi Perkasa, Sandy Swardi serta dua pihak swasta bernama M Nopriyansyah dan Ahmad Sadad.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Selain Dodi, mereka ialah Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori; Kepala Bidang SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Eddi Umari; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy.
Perusahaan milik Suhandy ditetapkan menjadi pemenang 4 paket proyek pembangunan. Dodi diduga menerima uang senilai Rp2,6 miliar.
Dodi, Herman, dan Eddi dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, Suhandy dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.