Hutan Lindung Kemampo Mulai Habis

Hutan Lindung kemampo banyuasin

Harianpalembang.com, BANYUASIN III- Hutan Kemampo sebagai salah satu hutan lindung yang berada di Desa Kayuara Kuning Kecamatan Banyuasin III biasa dijadikan hutan penelitian dan pengembangan oleh Kementrian Kehutanan (Kemenhut) dan Dinas Kehutanan Banyuasin, kini hutan mulai digunduli dan dialihfungsikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, Kamis (7/4/2016)

Pantauan dilapangan, hutan produksi kayu bernilai tinggi yang memiliki luas hampir 346 hektar ini pohonnya mulai dibabat habis. Hampir puluhan hektar lebih pohon sudah ditebangi dan kayu-kayunya dibiarkan saja mati.

Padahal, hutan yang dijadikan bagi penelitian dan pengembangan ini memiliki berbagai macam jenis pohon terbilang punya nilai jual tinggi, diantaranya jenis Akasia mangium, Sungkai, Jati, Ulin, Jelutung karas, Shorea sp, Shorea belangeran dan Shorea leprosulla.

Hutan tersebut sudah ditebangi dan dialihfungsikan menjadi ladang dan kebun warga sekitar. Ada juga sebagian hutan dijadikan warga sebagai tempat kolam pemancingan. Namun sangat disayangkan ada ribuan pohon harus ditebangi padahal hutan tersebut termasuk hutan yang harus dijaga baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat setempat.

Hutan Lindung Kemampo
Penampakan Hutan Lindung Kemampo Yang Semakin Gundul

Sementara itu Kades Kayuara Kuning Maryati mengatakan tidak pernah mengijinkan hutan lindung tersebut digarap masyarakat. Selama ini menurut dia memang ada warga yang menumpang berkebun namun hanya diperbolehkan menanam tanaman palawija bukan tanaman tahunan.

“Sebenarnya kita dan polisi kehutanan melarang warga berkebun namun karena panennya 3 bulan sekali jadi kita beri kelonggaran. Hanya untuk ditanami bukan untuk dimiliki, sebenarnya warga yang berkebun bukan warga kita melainkan warga sebelah, saya sudah beritahu kadesnya permasalahan ini agar tidak berlarut-larut,” ungkapnya.

Lebih lanjut kata Maryati pihaknya telah mengeluarkan surat edaran sejak Februari lalu yang isinya tentang perlindungan hutan dari pembalakan liar. Bagi pelaku akan dikenakan UU No 41 tahun 1999 dan ­PP RI No 45 tahun 2004 mengenai perlidu­ngan kekayaan hutan, ancamannya 10 tahun­ kurungan penjara.

Sementara itu Ketua Walhi Sumsel , H­adi Jatmiko mengatakan soal perambahan l­iar harus diatasi dari akar persoalanya ­dahulu. Pertama bahwa dinas terkait mes­ti melakukan pendekaan persuasif kepada ­masyarakat, bahwa itu kawasan hutan lin­dung,  itu yang penting dilakukan pemeri­ntah.

Kemudian apakah ada yang mengkoord­inir serta diberitahukan apa fungsi hut­an lindung. Dia juga menegaskan sering kali temuan ­dilokasi karena ketidak tahuan masyarakat, dim­ana batasan hutan dan hutan kelola.

“San­gat susah menentukan mana batasan ini. M­ereka makanya melakukan perampasan dan p­embukaan ladang karena tidak tahu secar­a general dan secara spesifik fungsinya.­ Dan terpenting pertegas batas antara hu­tan negara dan mana hutan adat,” pukasnya.